Air mata Manna

Air mata Manna

Ditulis oleh : Mira (Santriwati PP Al Irsyad Kudus)


Bunga mawar telah bermekaran ditaman ponpes al-irsyad kudus. Sekarang sudah masuk pada bulan September, tidak ada yang special dibulan september bagi santriwan-santriwati yang ada di ponpes al-irsyad kudus. Akan tetapi bulan ini sangat special bagi Manna karena ayah dan bundanya akan pergi haji ke  tanah suci. Ia sangat bahagia karena harapan yang diinginkan setiap muslim telah bisa dijalankan orang tuanya. Pada malam hari Manna selalu berdoa kepada Tuhan agar orang tuanya diberi kesehatan saat melaksanakan ibadah haji.

Manna selalu minta informasi ustadzah Ummi mengenai bagaimana keadaan jamaah haji Indonesia yang berada di tanah suci. Ustadzah Ummi merupakan orang yang baik, beliau juga memilik saudara yang belajar di Mekkah.

Pada saat menjelang bulan dhulqo’dah ponpes al-irsyad kudus selalu diberi libur hari besar idhul adha. Semua santri yang berasal dari luar kota selalu pulang untuk merayakan idhul adha bersama keluarga meraka. Tapi entah kenapa tahun ini Manna tidak ingin pulang. Manna diponpes al-irsyad kudus ditemani oleh sahabat karibnya yaitu Sitta dan Salma yang kebetulan tidak pulang karena rumah mereka berada diluar pulau jawa.

Pada malam idhul adha Manna menangis bahagia karena dapat menjumpai tahun yang suci ini. Semua santri yang tidak pulang dikumpulkan di aula ponpes al-irsyad kudus. Banyak santri yang tidak pulang karena alasan rumah mereka yang berada diluar pulau jawa. Pada malam ini ustadzah Nanna bercerita kepada kita mengenai asal mulanya penyembelihan hewan qurban. Semua santri menyimak karena penasaran akan cerita tersebut.

“assalamualaikum” sapa ustadzah Ummi dibalik tirai aula.

“waalaikumsalam ustadzah Ummi” jawab ustadzah Nanna.

Entah apa yang merekan bicarakan, yang terlihat hanya mata ustadzah Ummi yang berkaca-kaca pada saat itu, lalu aku dipanggil ustadah Nanna untuk mengikuti ustadzah Ummi. Setelah sampai dikantor asatidz aku melihat banyak ustadz dan ustadzah, mereka berkata padaku untuk bersabar. Aku bingung dengan maksud para asatidz lalu aku bertanya kepada ustadzah Ummi mengenai apa yang terjadi.

Ustadzah Ummi tidak menjawab pertanyaanku, dan aku melihat sosok orang yang bagiku tidak asing lagi. Pak de Slamet duduk didepan Abi dan Umi dengan mata yang berkaca. Lalu aku dirangkul oleh Umi dan mataku mulai meneteskan air mata. Umi bercerita bahwa ayah telah tiada saat melaksanakan haji ditanah suci.

“bagaiman bisa pak de? kemarin ayah dan bunda menelponku dan mereka berkata baik-baik saja, nggak mungkin pak de, nggak mungkin kalau itu ayah Manna” kataku sambil meneteskan air mata.

“kamu yang sabar ya nduk, pak de baru dapat kabar ini dari pak Dani, bundamu masih belum sadarkan diri nduk” jawab pak de lirih.

“tapi mana mungkin ayah pergi secepat itu pak de?” tanyaku

“itu semua sudah kehendak Illahi nduk nggak ada yang tahu kehendak-Nya” jawab pak de Slamet.

“tapi pak de kenapa harus ayah?” setelah itu aku tak sadarkan diri.

Malam ini takbir masih berkumandang di setiap mushola. Rumahku sudah ramai dipenuhi oleh para pelayat. Akan tetapi jasad ayah belum juga datang.

Pagi ini banyak jamaah yang datang kemasjid, berbeda dengan aku. Melangkahkan kaki saja aku tak sanngup. Banyak orang yang datang dan merangkulku mengucapkan sabar kepadaku. Berita tentang kematian ayahku sudah tersebar hingga desa sebelah. Banyak orang yang sudah berlayat, akan tetapi belum juga datang mobil ambulan yang membawa jasad ayahku.

Aku mulai bersabar dan banyak beristighfar karena musibah ini. Sore ini aku mendapat telefon dari bunda. Aku mulai meneteskan air mata mendengar suara bunda. Bunda berkata ingin melanjutkan ibadah haji hingga hari kepulangan jamaah yang lainnya. Dan mengenai jasad ayah, bunda ingin menguburnya di mekkah. Aku tidak bisa menolak permintaan bunda karena aku tidak ingin bunda tambah sakit lagi.

Hari demi hari telah berlalu, akhirnya jamaah haji Indonesia telah datang. Aku menunggu bunda dibandara. Dengan tatapan sedih aku memeluk bunda yang berada di depanku.

“kamu sehat Manna?” Tanya bunda kepadaku.

“Alhamdulillah bun, Manna sehat” aku tak mau melanjutkan bertanya ke bundaku.
Sesampainya dirumah, para tetangga sudah memenuhi ruang tamu rumah kami. Semua mata terpacu kepada bunda, dengan tatapan sedih.

Hari raya idhul adha tahun ini tidak akan kulupakan dan akan selalu ku kenang dalam hidupku. Setiap aku melihat foto ayah aku akan teringat dengan suara dan parasnya yang rupawan. Dan harapanku agar bisa melayat kemakam ayah disetiap tahunnya. Ayah aku akan menjadi seorang yang akan berguna bagimu didunia dan akhirat nanti.

Selama 40 hari aku menemani bunda dirumah. Setiap setelah sholat bunda menangis, akan tetapi bunda tidak pernah melihatkan air matanya didepanku. Melihat ketegaran bundaku aku berharap agar bisa membuat ia bahagia dan tak akan mengecewakannya.


Dalam doaku disetiap waktu aku selalu berdoa kepada Allah agar ayah berada disampingnya dan bahagia didunia keduanya.

0 komentar: